Bu Budi adalah penderita Lupus. Untuk mengobati penyakitnya ini ia rutin konsultasi ke dokter. Sebenarnya dari rangkain pengobatan yang ia lakukan pada seorang dokter ini sudah mulai menampakkan hasil. Tapi ia tidak sabar, maka ia mulai terpikir dengan penyembuhan secara alternatif. Cara termudah untuk mendapatkan informasi tentang pengobatan alternati adalah dengan mencari di internet. Merasa yakin dengan salahsatu produk yang ditawarkan dengan banyak testimoni, Bu Budi pun membelinya. Di saat yang sama ia berhenti melakukan konsultasi dan pengobatan ke dokter lagi. Rutin ia minum obat alternatif yang dibelinya, hasilnya sangat mengecewakan. Ternyata Lupusnya bertambah berat. Bukannya bertambah sembuh, penyakitnya semakin parah.

Itulah pemandangan yang biasa terjadi pada masyarakat kita saat ini. Kemajuan teknologi memang memungkinkan kita untuk bisa mendapatkan berbagai informasi lewat internet. Tapi jangan salah, banyak penyedia informasi di internet yang tidak kompeten. Pada bidang yang penting, misalnya kesehatan, mengonsumsi informasi dari mereka adalah malapetaka yang akan membahayakan pembacanya. Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menerima informasi di internet, khususnya dalam bidang kesehatan.

Apakah boleh mendapatkan informasi kesehatan lewat internet?

Tentu saja boleh. Tapi dengan catatan, informasi yang didapatkan harus bersumber dari pihak yang kompeten dan bisa dipercaya.

Sumber seperti apa yang bisa dipercaya?

Sumber informasi kesehatan yang bisa dipercaya tentunya berasal dari profesional medis. Perlu diketahui bahwa profesional medis yang dimaksud disini adalah dokter, farmasi, perawat, bidan, ahli gizi, tenaga fisioterapi dan profesi-profesi lainnnya yang mendapatkan pendidikan resmi di bidangnya masing-masing. Tentunya kita harus mengakui masing-masing profesi diatas memiliki batasan dalam memberikan informasi dibidang kesehatan.

Adakah ciri-ciri informasi kesehatan yang benar? Bagaimana ciri-cirinya?

Ada. Informasi kesehatan yang benar biasanya ditandai dengan adanya kebenaran ilmiah. Artinya  biasanya sumber informasi itu berdasarkan literatur atau artikel penelitian ilmiah meskipun disajikan secara online di  internet.

Artikel ilmiah atau jurnal yang dipublikasikan tentu saja memenuhi persyaratan ilmiah tertentu misalnya standart penelitian yang baik.  Dan sebelum dipublikasikan sudah melalui review oleh ahli-ahli di bidang tersebut.

Informasi kesehatan yang benar juga dapat diambil dari kesepakatan para ahli dalam suatu organisasi yang melakukan penelitian dan membuat suatu konsensus atau kesepakatan mengenai hal tertentu. Misalnya, Perhimpunan  Reumatologi  Indonesia  mengeluarkan konsensus  tentang tatalaksana LUPUS.  Atau American College of Rheumatology (ACR) mengeluarkan pedoman tatalaksana Rheumatoid Artritis.

Lalu, bagaimana ciri-ciri informasi kesehatan yang diragukan kebenarannya?

Ciri-ciri yang diragukan kebenarannya biasanya bisa dilihat dari: Satu, pengenalan metode pengobatan dan klaim penyembuhan tanpa efek samping. Dua, tidak berdasarkan bukti ilmiah. Ketiga, tidak pernah diteliti dengan metode penelitian yang benar. Keempat, tidak pernah dipublikasikan di jurnal ilmiah.

Jadi, biasanya informasi yang diberikan hanya berdasarkan kesaksian beberapa orang dan dinyatakan sembuh. Selanjutnya ada bujuk rayu untuk menghindari prosedur atau pengobatan medis dari dokter, dan menggantinya dengan prosedur atau obat tertentu yang belum teruji kebenarannya bahkan dengan harga yang mahal.

Bagaimana dengan mitos dibidang kesehatan?

Kita harus memahami bahwa MITOS adalah sesuatu yang tidak benar namun dipercaya turun temurun.  Mitos dalam bidang kesehatan banyak di percaya oleh masyarakat kita, bahkan melebihi dari pada penjelasan dokter. Sebagai contoh, sebagai dokter rematik sangat sulit bagi kami memberikan pengertian pada masyarakat bahwa bayam atau kangkung tidak ada hubungannya dengan penyakit asam urat.

Hampir semua pasien yang ditemui mengatakan bahwa sendinya akan bertambah sakit setelah mengonsumsi kangkung atau bayam. Padahal secara ilmiah kedua bahan makanan tersebut tidak mengandung asam urat yang tinggi. Harus disadari bahwa bahan makanan dengan asam urat yang tinggi adalah jeroan daging merah (alcohol seafood).

Bagaimana menyikapi hoax dalam bidang kesehatan?

Saat ini dengan mudahnya penyebaran informasi bisa dilakukan lewat internet. Setiap orang dapat menyebar informasi hanya dengan copy paste dan share lewat media sosial. Oleh karena itu kita seyogyanya berhati-hati menyebarkan informasi kesehatan yang belum terbukti kebenarannya. Karena hal itu dapat membuat orang tidak segera berobat (terlambat berobat) karena coba-coba dulu berbagai obat alternatif yang tidak jarang berakibat fatal. Sebagai contoh sering kali pasien rheumatoid artritis bertahun-tahun hanya minum jamu rematik dan datang ke dokter Rheumatologist setelah terjadi bengkok atau cacat  sendi.

Selain itu juga kita seharusnya tidak cepat percaya dengan informasi kesehatan yang menyesatkan di internet. Biasakan untuk selalu melihat sumber penulisnya, latar belakang pendidikan dan pelatihan yang pernah diikutinya. Cross chek bisa dilakukan dengan konsultasi pada dokter yang merawat. Cara yang lain yaitu dengan mencari di internet apakah ada jurnal-jurnal kesehatan resmi yang memuat hal tersebut, karena suatu metode pengobatan yang benar biasanya sudah melalui banyak penelitian dan publikasi ilmiah.

 

Salam sehat,

dr. Sandra Sinthya Langow, SpPD-KR
Internist Rheumatologist
Siloam Hospital Lippo Village
Tangerang Banten